Tuesday 24 April 2012

Sekilas Tentang Inklusi


PENDIDIKAN INKLUSI
Mungkin sebagian dari kita masih bertanya-tanya apa itu pendidikan inklusi. Ya.. memang masih agak asing bagi kita tentang pengertian inklusi itu sendiri. Ada dua landasan tentang Pendidikan Inklusi yaitu landasan Filosofis dan landasan Yuridis. Berikut pengertiannya.
A.      Landasan Filosofis
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang didasari oleh semangat terbuka untuk merangkul semua kalangan dalam pendidikan. Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang berawawasan multikultural  yang membantu peserta didik agar mau menghargai, megerti dan menerima orang lain yang berbeda suku, budaya, kepribadian, nilai dan keterfungsian fisik dan psikologis orang tersebut. Filosofi yang mendasari pendiikan inklusi adalah keyakinan bahwa setiap anak dengan gangguan fisik/mental dan cerdas serta memiliki bakat istimewa berhak untuk memperoleh pendidikan layaknya anak normal  dalam lingkungan yang sama (Education for All). Dalam Arti luas dapat diartikan bahwa anak yang normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus selayaknya dapat dididik secara bersama-sama dalam sebuah keberagaman yang ada didalamnya. Mereka tidak semata mengejar kemampuan akademik, tetapi lebih dari itu. Mereka belajar tentang kehidupan itu sendiri.

B.      Landasan Yuridis
1.       UUD 1945 pasal 31 yang dijabarkan dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tentang pemberian warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak yag berkelainan
2.       UU No.29 Tahun 2003, juga dijelaskan pada UU No.4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat
3.       PP No.72 tahun 1997 tentang Pendidikan Luar Biasa
4.       SE Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 tentang Rintisan Pelaksanaan Pendidikan Terpadu
Dari kedua landasan tersebut maka terciptalah Pendidikan Inklusi. Mengapa pendidikan Inklusi perlu diadakan atau diterapkan?. Ada beberapa alasan :
1.       Setiap orang atau anak memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan tanpa diskriminasi
2.       Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua orang atau anak
3.       Semua orang atau anak memiliki kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa memperhatikan kelainan dan kecepatan  yang ada dalam diri mereka
4.       Sekolah dan guru memiliki kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda
Hal-hal yang saya sebutkan diatas adalah sedikit pengertian dan landasan pendidikan inklusi.

Penilaian Ketrampilan Persepsi dan Bacaan


ASSESSMENT OF PERCEPTUAL SKILLS AND READING

Auditory Skills and Reading
Kelemahan Persepsi Anak Tuna Grahita
1.      Poor Auditory Discrimination (Kesulitan Membedakan Suara)
-          Dimana anak sulit membedakan 2 kata yang suaranya sama.
Misalkan : pan atau fan
-          Akibat kesulitan membedakan suara tersebut, menyebabkan persepsi yang salah pada anak, antara 1 kata dengan kata yang lain.
-          Cara mengetes :
a.       Mengenalkan kata-kata dengan gambar (mencocokkan kata dengan gambar) dengan media kartu sederhana.
b.      Tes spelling : guru mendektekan / mengeja kata, murid menuliskan.
c.       Guru memberikan 2-3 kata yang hampir sama, lalu meminta siswa mengulang kata-kata tersebut dan memberi persepsi mereka pada kata-kata tersebut.

·         Contoh :
a.       Guru memberikan / menyebutkan 2 kata (misal : kapas dan kipas). Murid diminta mencari / mencocokkan gambar sesuai dengan kata yang diminta guru.
b.      Guru mendektekan sebuah kalimat. Misal :
Ibu membeli duku di pasar, sedangkan kakak membeli buku di toko.
Murid diminta menulis kalimat tersebut dengan benar, dilihat antara kata duku dan buku terbalik atau tidak.
c.       Guru mendektekan / membacakan satu kalimat, misal :
Setelah apel pagi, semua murid diberi apel.
Kemudian murid disuruh mengucap kembali kalimat tersebut dengan benar, apakah murid dapat mngucapkan kalimat tersebut dengan tepat.




2.      Auditory Figure Ground Distractibility
-          Kesulitan menyaring stimulus bunyi / suara yang tak penting dan terfokus hanya pada satu bunyi.
-          Cara mengetes :
a.       Formal : penyampaian materi dari guru dengan sedikit gangguan bunyi lain.
b.      Informal : permainan pesan dalam suasana kurang tenang.

·         Contoh :
a.       Contoh Formal :
Guru menjelaskan sesuatu hal, dengan beberapa siswa di dalam kelas dengan memberikan sedikit keributan / gangguan dalam bentuk suara. (Misal : suara bolpoin, kipas angin, dll). Jika siswa tidak bisa menangkap apa yang dijelaskan guru dan merasa terganggu dengan bunyi-bunyi yang sepele, maka anak tersebut mengalami auditory figure ground distractibility.

b.      Contoh Informal :
Melalui permainan, penyampaian pesan yang dikondisikan dalam waktu singkat dan jarak cukup jauh, sehingga mungkin menimbulkan sedikit kegaduhan jika anak tidak dapat menerima, dan /atau  menyampaikan pesan maka anak tersebut diindikasikan mengalami auditory figure ground distractibility.

3.      Poor Auditory Analysis
-          Kelemahan dalam menganalisis pendengaran
-          Tidak dapat memecah kata-kata menjadi rangkaian abjad (per huruf)
-          Tidak mengerti maksud kata yang telah diucapkan dari dirinya sendiri atau orang lain.
-          Tidak dapat membedakan maksud kata yang diucapkan (kecuali anak tersebut membaca tersebut di dalam tulisan)


-          Cara mengetes :
a.       Mengenalkan kata dengan huruf yang terpisah-pisah.
b.      Guru mendektekan beberapa kata yang disertai gerakan yang berulang-ulang sehingga anak bias menghafal maksud dari sebuah kaata tersebut.
c.       Guru mengucapkan dan memperagakan sebuah kata, yang bias dibantu dengan gambar. Kemudian anak menirukan apa yang dilakukan seorang guru.

·         Contoh :
a.       Di dalam kelas guru telah menyiapkan satu kata yang terdiri dari beberapa kata. Misal :
Guru menunjukkan gambar sebuah buku yang di bawahnya tertulis kata buku, dan menyiapkan kartu yang berisi huruf B – U – K – U. jika anak tidak dapat menyebutkan satu persatu hurufnya, itu berarti anak tersebut mengalami poor auditory analysis.
b.      Guru mengucapkan suatu kata disertai gerakan. Misal :
Kata : “lari dan tari” guru menyebutkan kata tersebut dengan disertai sedikit gerakan. Jika guru menyuruh siswa melakukan gerakan sesuai perintahnya dan anak tersebut tidak merespon atau acuh tak acuh berarti anak tersebut mengalami poor auditory analysis.

4.      Soft Blending Difficulty (Kesulitan Suara Campuran)
-          Ketidak mampuan untuk mengamati rangkaian suarau individu dalam sebuah kata yang bertentangan dalam analisis pendengaran. Hal ini disebut juga Synthesis (perpaduan).
-          Cara mengetes :
a.       Tahap awal, guru menunjukkan sebuah kata dan murid dibimbing untuk membaca kata tersebut dengan mengejanya per huruf.
b.      Tahap selanjutnya, kata yang telah diucapkan, dijelaskan arti dan maknanya oleh guru.
c.       Ulangi bagian kata yang ingin dipahami oleh anak secara berulang kali sehingga anak benar-benar memahami.

·         Contoh :
a.       Guru menunjukkan kata I B U, kemudian guru membacakan dan mengejanya per huruf, siswa menirukannya secara berulang-ulang.
Apabila anak tidak bisa mengucapkan dan mengeja huruf-huruf tersebut itu artinya anak titu mengalami soft blending difficulty.

5.      Problem in Auditory Sequential Memory (Masalah Dalam Pendengaran yang Berkaitan Dengan Memory)
-          Ketidakmampuan anak dalam mengingat serangkaian kejadian melalui auditori
-          Anak tidak dapat mampu mengulangi nomor telepon bahkan sebuah kalimat
-          Tidak mampu menceritakan kembali sebuah kejadian atau cerita, atau nama –nama hari selama satu minggu
-          Cara mengetes :
a.       Formal
Anak diberi materi berupa rekamann kaset atau guru membacakan sebuah cerita, kemudian di akhir pelajaran guru memberikan evaluasi.
b.      Informal
Seperti halnya apa yang dilakukan di tahap formal, tahap informal pun juga hampir sama proses yang dilakukannya. Bedanya, dalam tahap informal ini, guru menggunakan sebuah nyanyian atau beberapa gambar sebagai alat bantu pembelajaran.

·         Contoh :
a.       Formal
1.      Guru mencoba memutar kaset yang berisi cerita
2.      Siswa disuruh mendengarkan
3.      Setelah itu secara tahap-demi tahap (misal : memutar kaset per bagian) guru memberikan evaluasi terhadap anak.



b.      Informal
1.      Guru membacakan rangkaian nama hari dalm satu minggu secara berulang. Bisa dibantu dengan sebuah lagu dengan nada yang mudah diingat.
2.      Siswa disuruh mengulangi apa yang telah diucapkan oleh guru.

Pengembangan Instrumen Tentang Kematangan Belajar


PENGEMBANGAN INSTRUMEN
Tentang KEMATANGAN Emosi

A.    KAJIAN TEORI TENTANG KEMATANGAN EMOSI
Istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional, yang diambil dari Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak.
Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.
Menurut Crow & Crow (1958), emosi adalah "an emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in his evert behaviour". Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik.
Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu:
1.      Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.
2.      Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.
3.      Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.
Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa dari pada bertingkah laku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta dari pada perasaan.
Menurut Kartono (1988) kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam artian individu tidak lagi terombang ambing oleh motif kekanak- kanakan. Chaplin (2001) menambahkan emosional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas.
Smith (1995) mendefinisikan kematangan emosi menghubungkan dengan karakteristik orang yang berkepribadian matang. Orang yang demikian mampu mengekspresikan rasa cinta dan takutnya secara cepat dan spontan. Sedangkan pribadi yang tidak matang memiliki kebiasaan menghambat perasaan-perasaannya. Sehingga dapat dikatakan pribadi yang matang dapat mengarahkan energi emosi ke aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif. Senada dengan pendapat di atas Covey (dalam Puspitasari, 2002) mengemukakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu lain.
Menurut pandangan Skinner (1977) esensi kematangan emosi melibatkan kontrol emosi yang berarti bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya, dapat meredam emosinya, meredam balas dendam dalam kegelisahannya, tidak dapat mengubah moodnya, tidak mudah berubah pendirian. Kematangan emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk mengembangkan cinta secara sempurna dan luas dimana hal itu menjadikan reaksi pilihan individu sehingga secara otomatis dapat mengubah emosi-emosi yang ada dalam diri manusia (Hwarmstrong, 2005).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu respons terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus.

B.     DEFINISI KONSEPTUAL VARIABEL KEMATANGAN EMOSI
            Emosi adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi  sehingga melahirkan indikator sebagai berikut: (1) Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial, (2) Menggunakan kemampuan kritis mental, (3) Melihat segala sesuatunya secara obyektif,  (4)  Mampu membedakan perasaan dan kenyataan, (5) dapat mengarahkan energi emosi ke aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif, (6) Tidak mudah berubah pendirian.


C.     DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL KEMATANGAN EMOSI
Kematangan Emosi adalah total skor yang diperoleh dari responden setelah merespon instrumen kematangan emosi dalam pernyataan dengan rentang skor 0-1.

D.    KISI-KISI INSTRUMEN KEMATANGAN EMOSI
Variabel
Indikator
Jumlah Butir
No. Butir
Emosi
1. Dapat melakukan kontrol diri
4
1-4

2. Menggunakan kemampuan kritis mental
2
5-6

3. Melihat segala sesuatunya secara obyektif
2
7-8

4. Mampu membedakan perasaan dan kenyataan
4
9-12

5.  Dapat mengarahkan energi emosi ke aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif
2
13-14

6. Tidak mudah berubah pendirian
2
15-16





Jumlah Butir
16
16

E.     INSTRUMEN KEMATANGAN EMOSI
Petunjuk :
1.      Jawablah pernyataan di bawah ini dengan memberi tanda contreng (√) pada kolom Respon Ya, jika sesuai dengan Anda atau Tidak, jika tidak sesuai dengan Anda.
2.      Respon Ya mendapat skor 1 dan Respon Tidak mendapat skor 0.
No.
Pernyataan
Respon
Ya
Tidak
1.
Saya mampu menahan diri untuk tidak marah dalam situasi apapun.


2.
Saya mampu menahan diri untuk tidak balas dendam terhadap orang yang menyakiti saya.


3.
Saat tidak akan menangis apabila kehilangan sesuatu sekalipun itu sangat berharga dalam hidup saya.


4.
Saya akan tetap tersenyum meskipun sebagian orang mencela saya atau memusuhi saya.


5.
Saya tidak terburu-buru mengambil keputusan.


No.
Pernyataan
Respon
Ya
Tidak
6.
Saya sering berpikir dahulu sebelum bertindak.


7.
Saya selalu mencari fakta sebelum mengambil keputusan.


8.
Saya selalu melakukan pengamatan terlebih dahulu sebelum mengambil sebuah langkah dalam suatu hal.


9.
Saya dapat menerima saat orang mencela saya saat tidak bisa mengerjakan sesuatu dengan baik.


10.
Saya dapat menerima kalau teman saya tidak sejalan dengan pikiran saya.


11.
Saya akan terima jika sesuatu terjadi tidak seperti kehendak saya.


12.
Saya menerima saat teman dekat saya lebih segalanya di mata orang lain dibanding dengan saya.


13.
Saya suka menggambar saat emosi saya tidak stabil.


14.
Saya meluangkan waktu saya untuk menulis puisi saat saya marah, sedih ataupun sedang senang.


15.
Saya tidak akan berpindah ke suatu tempat yang baru karena di sini sudah menyenangkan.


16.
Saya tidak mudah terpengaruh dengan situasi yang mudah berubah.



Jumlah Respon



Skoring :
Jika jumlah skor Anda ≤ 4            = berarti kondisi emosi Anda tidak matang.
Jika jumlah skor Anda 5-8            = berarti kondisi emosi Anda belum matang.
Jika jumlah skor Anda 9-12          = berarti kondisi emosi Anda matang.
Jika jumlah skor Anda 13-16        = berarti kondisi emosi Anda sangat matang.